Robot Waktu...

Sabtu, 23 Februari 2013

18

Part 1 ...........
            “Ih, punyaku.” Teriakku.
            “Punyaku.” Teriaknya
            “Enggak, punyaku.”
            “Punyaku.”
            “Kata mamaku, cowok itu harus ngalah sama cewek.”
            “Nggak mau, kamu aja.”
            “Ya kan aku duluan yang ada di sini.” Teriakku kesal
            “Aku duluan.” Balasnya berteriak juga.
            “Aku.”
            “Aku.”
            “Ah,” desahnya. Dia tidak menarik-nya lagi. “Ya udah deh, gimana kalau kita duduknya berdua.” Katanya lagi. Kali ini memberi solusi.
            “Ya udah deh.” Kataku setuju. Kami duduk bersebelahan di kursi itu. Sampai pelajaran selesai. Tidak ada seorang guru-pun yang memberi kursi satu lagi. Aku sudah memintanya. Tapi kata Bu Guru kursinya sudah habis.
            Masih segar di ingatanku kejadian itu. 10 tahun yang lalu, ketika pertama kali aku bertemu dengannya. Umurku masih 7 tahun waktu itu. Aku tersenyum kalau membuka kembali kenangan-ku dulu. Banyak kenangan kenangan yang indah dan lucu dengannya.
            “Jadi, kita temen.” Katanya saat pulang sekolah sambil mengacungkan jari kelingking-nya tepat di depan-ku.
            “Temen.” Kataku riang dan melingkarkan jari kelingking-ku di jari kelingkingnya. Kami tertawa bersamaan. Aku berdiri di pintu pagar kayu berwarna coklat.
            “Jadi rumah kamu disini.” Katanya kemudian. Aku mengangguk.
            “Rumahku ada di seberang jalan. Yang berwarna biru itu.” Katanya menunjuk rumahnya. 
            “Rumah kita deket-an.”
            “Raka, ayo pulang. Makan dulu. Mainnya nanti.” Teriak ibu-ibu yang pasti mamanya.
            “Iya, mah.” Teriaknya.
            “Nanti kita main lagi ya.” Katanya. Aku mengangguk dan tersenyum. Dia langsung pulang ke rumahnya. Aku juga masuk ke rumah.
            “Hey, Git.” Teriak seseorang mengagetkanku. Membangunkanku dari lamunanku.
            “Hah ?? A.. Apa ??” Teriakku reflek. “Ah, kamu tu, sukanya ngagetin aja. Gimana kalau sampai jantung aku copot.” Kataku cemberut.
            “Ih, nggak segitunya juga kali’.” Katanya. “Emanganya mikiran apa ?? Sampai nglamun segala.” Katanya lagi. Baru saja aku mau menjawab.
            “Tunggu..tunggu. Aku tau kamu mikirin apa ??” Katanya memotong.
            “Apa ??”
            “Pasti .. Mikirin aku, kan.” Katanya pede.
            “Ih, sok tau. Siapa juga yang mikirin kamu. Buat apa lagi.” Kataku. Kami tertawa. “Udah yuk, pulang. Udah sore nih.” Kataku lagi.
            “Iya, ayo.”
            Baru setengah perjalanan, hujan turun dengan derasnya. Kami mencari tempat berteduh.
            “Udah nanggung nih, kita terus aja.” Kataku dengan keras.
            “Ya udah, ayo.”
            Kami berlarian di bawah hujan.
            “Aku pulang dulu ya. Daa...” Kataku sambil melambaikan tanganku. Aku langsung membuka pintu pagarnya dan masuk ke rumah. Sepertinya mama dan papa belum pulang. Aku langsung masuk ke kamar mengganti pakaianku. Aku duduk di atas tempat tidurku. Seakan diingatkan kembali.
            “Gita, tutup mata, ya.” Kata Raka. “Jangan ngintip.”
            “Iya .. iya ..”
            “Ayo ma, pa.” Kata Raka dan mobil pun berjalan.
            “Kamu masih tutup mata, kan.” Katanya.
            “Iyaa.”
            “Kita udah sampai. Eits, tapi masih tutup mata.” Kata Raka. “Hati-hati turunnya.” Katanya.
            “Sekarang boleh di buka.” Kata Raka. Aku membuka mataku dan ..... Aku tersenyum.
            “Ini semua buat aku ?.” Tanyaku nggak percaya. Raka mengangukkan kepala.
            “Makasih om, tante.” Kataku senang sekali.
            “Sama aku. Ini semua kan ide-ku.” Kata Raka sok.
            “Hemb .. Iya deh. Makasih Raka.”
            “Wah, ini bener-bener kado yang istimewa.” Kataku kemudian. Aku memanjat tangganya, kayu dan di paku di pohonnya.
            “Wah. Indah sekali. Aku bisa liat semuanya dari sini.” Danau yang masih berwarna biru agak hijau, pepohonan yang menjulang tinggi.
            “Wah.” Desahku. “Raka, ayo naik.” Ajakku.
            “Ya. Tunggu sebentar ya.” Katanya dan segera naik. Tak lama, hujan deras turun. Kami masih ada di rumah pohon.
Tok..tok..tok..
            “Iya. Sebentar.” Kataku dan segera membuka pintu.
            “Raka.” Kataku. “Ngapain ??”Kataku lagi.
            “Emangnya nggak boleh aku main ke rumah kamu ??” Tanyanya belum menjawab pertanyaanku dan langsung masuk ke rumah.
            “Boleh sih.” Jawabku sambil menutup pintunya.
            “Om, tante belum pulang ya ??” Tanyanya dan duduk di sofa.
            “Belum.”
            “O..iya, nih, dibawain sama mama.” Katanya.
            “Apaan nih.” Kataku dan membukanya. “Wah, pasti enak. Masih anget lagi. Makasih ya.” Kataku.
            “Iya, sama-sama.” “Nonton film aja, yuk.” Katanya.
            “Film apaan ??”
            “Adanya apa ??”
            “Cari aja tuh. Di bawah TV.” Kataku. Raka mengambilnya dan mulai mencari-cari film yang cocok.
            “Nah, ini ada. Nonton ini aja.” Katanya. Aku mengambil CD yang ada di tangannya.
            “PA 4 ??” Kataku. Dia menganguk. “Ya udah deh. Terserah kamu aja.” Kataku. Raka langsung menyalakannya. Kami menontonnya.
30 menit kemudian ..
            “Kamu nggak takut apa ??” Tanya Raka.
            “Enggak. Atau, jangan-jangan kamu yang takut ya ??” Kataku kemudian tertawa.
            “Enggak lah.” Katanya dan fokus lagi menonton filmnya.
            “Doorr ...” Teriakku mengagetkannya.
            “Aaaaaaaaaaa...” Teriaknya kaget.
“Hahaha..” Aku tertawa. “Gitu aja kaget.” Kataku. Baru saja diam, tiba-tiba lampu menyala.
“Ini kok lampunya belum dinyalain sih.” Kata mama. Aku tersenyum. “Eh, ada nak Raka.”
“Ini, tadi baru nonton film.” Kataku.
“Ya kan bisa dinyalain lampunya.” Kata papa.
“Biar lebih seru, tan.” Kata Raka.
“Ih, nyambung nyambung aja.” Kataku.
“Biarin.” Katanya meledek. Mama dan papa hanya tersenyum.
“O..ya. Nih, mama bawain makanan.”
“Wah, asik.” Kataku. Aku membukanya. Ternyata isinya donat.
“Enak nih.” Kata Raka, langsung mengambil donatnya.
“Iih.” Teriakku. Setelah donatnya habis,
“Udah ah, aku mau pulang dulu.” Katanya.
“Ya sana.”
“Tante, om. Raka pulang dulu ya.” Teriaknya.
“Iya. Makasih ya nak Raka, udah nemenin Gita.” Kata Papa.
“Udah sana pulang.” Kataku.
“Iya..iya, ini baru mau pulang.”
“Daaa.” Katanya. Aku langsung masuk ke kamarku.
            Keesokan harinya, seperti biasa kami berangkat ke sekolah bareng. Kami satu sekolah tapi beda kelas. Aku ada di kelas A dan Raka ada di kelas B. Saat istirahat, kami selalu ke kantin bersama.
            “Raka. Kamu kenapa ??” Teriakku panik. Gimana nggak panik. Dia tiba-tiba saja langsung pingsan. Temen-temen yang lain membantu membawa Raka ke UKS. Aku menunggu Raka di UKS. Lama, sampai aku melamun dan teringat kenangan lamaku.
            “Gita. Kamu sadar juga.”
            “Hah, aku dimana ??”
            “Kamu di rumah sakit. Tadi kamu pingsan.”
            “Pingsan ??”
            “Iya. Tapi kamu nggak papa kan ??”
            “Aku nggak papa kok. Aku mau pulang aja.”
            “Eh, jangan pulang dulu.”
            “Aw..”
            “Udah dibilangin.” Katanya.
Aku tersadar dari lamunanku oleh tangan Raka yang meraih tanganku tiba-tiba. Matanya membuka.
            “Raka. Akhirnya kamu sadar juga.” Kataku gembira.
            “Emangnya aku kenapa ??” Katanya biingung.
            “Kamu nggak inget ?? Kamu tadi pingsan.” Kataku.
            “Pingsan ?? Kenapa ?”
“Aku nggak tau. Kamu tadi langsung pingsan gitu aja.” Kataku. “Kamu masih pusing ya ??”
“Enggak kok. Kita pulang aja.” Katanya.
“Bener ?? Ya udah. Bentar, aku bantuin.” Aku menuntunnya pelan.
“Tante. Bukain pintunya.” Teriakku.
“Raka ??” Teriak Tante Ratih kaget. “Kenapa kamu nak ??”
“Ini tante, tadi Raka pingsan di sekolah.” Jawabku.
“Pingsan ?? Kenapa ??”


============Part 1 END============ 
tunggu cerita selanjutnya ya ;-)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar